Moral is when you feel good after
Immoral is when you feel bad after
Sederhana banget sebenernya, tinggal tanya sama hati nurani, repotnya indikatornya ya cuman kita sendiri dan si-nurani suka ga di fungsikan. Sering meski orang yang merasa “ga enak” setelah mendzalimi orang lain, tapi meng-exused diri dengan berbagai alasan, jarang banget “gentle” dan meminta maaf trus memperbaiki diri…
Kebanyakan orang lebih suka teriak gara-gara…orang lain, lingkungan, keadaan, tetangga, pacar, boss, pegawai, rakyat, pejabat, si komo lewat…yang paling gampang sih nyalahin om iblis, ga bakal komplen deh, malah ngakak dia….dasar syetaaan…luu…!!
Mungkin juga ini berawal dari didikan waktu kecil kalau jatuh yang dipukul lantainya…klo kejedug yg dipukul temboknya… kesandung batu-nya yang di kata2in nakal….dst…
Kalau pake indikator diri sendiri ga valid, coba kita bahas pake indikator yang umum deh… Inget kan…jaman sekolah dulu ada pelajaran PMP bahkan Penataran P4, ga tahu apa sekarang masih ada? Aku sudah lupa isi pelajarannya tapi klo di hubung2kan moral dengan lima sila, mungkin kira2 seperti ini :
1. Ketuhanan yang maha Esa; Yang mengakui Tuhan itu Esa bermoral vs tidak mengakui Tuhan atau mengakui Tuhan itu banyak berarti Immoral.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab; yang adil dan beradab bermoral vs yang ga adil apalagi ga beradab berarti Immoral.
3. Persatuan Indonesia, yang mau bersatu bermoral vs yang SARA berarti Immoral
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Nah ini wakil rakyat yg mewakili, menyampaikan aspirasi dan membela rakyat secara bijaksana dan bermusyawarah bermoral vs yang ngaku mewakili rakyat tapi tidak bijaksana dan tidak bermusyawarah dan karepe dingklik berarti Immoral
5. Keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia… Pemimpin yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia berati bermoral vs kalau tidak adil sama rakyat Indonesia berarti Immoral.
Last of all :
Lulus PMP/P4 bermoral vs lulus PMP/P4- nya nyontek Immoral… so sad… 😦
Maafin kalau aku lagi ngacau meracau 😳
Alhamdulillah Dasar negara kita udah begitu bagus, untuk mendasari moral bangsa kita ya…mudah2an kita semua menjadi manusia Indonesia yang bermoral, atau ada yg punya rumusan lain tentang Moral vs Immoral?
Hihihihi… aku juga lagi mau nulis soal hal ini. Keduluan deh. Batal ah.
🙂 ga papa nulis aja terusane
Aku pikir salah satu penyakit bangsa Indonesia adalah sifat yang tidak mau mengakui kekurangan untuk kemudian memperbaikinya. Enggan mengaku bersalah saat memang salah. Bersifat ‘defensive’ saat mendapat kritik. Rasanya aku pun belum terbebas dari penyakit ini… *sigh*
🙂 aku juga dulu gitu tapi ternyata menyenangkan kok mengakui kesalahan dan meminta maaf, ga akan bikin ndlosor 🙂
oh iya, mau nambahin dikit.. OOT… dari kolom “Hallo Tamuku :)” …
Thanks yaaa…
…di runag ini kita bisa ngobrol2 tentang Penyakit GIGI dan MULUT…
ada salah ketik dikit, mbak. ‘ruang’ tertulis ‘runag’.
Ga juga mba…
Kadang ada area abu-abu kok, dimana moral justru menjadi penghalang…
@manusiasuper
gimana tuh mas? crita dong daerah abu2 itu
Moral tidak berlaku di kelompok orang yang tidak bermora” artikan sendiri
😀 Mbah Keman
ga berlaku mergo ga mudeng ya mbah? Jamane simbah enom piye mbah?
hmm… buntu nih bu dok 😀
😀 Mbak X
kenapa? kangen sahabat2mu yaaa 😉
kalo kata saya sih dok, moral-immoral juga macem2 tolok ukurnya. dalam artian, gak ada tolok ukur yang baku dan standard yg bisa kita anggap berlaku di semua orang dan culture.
🙂 paling ke lain ladang lain lubuk ya mbok 🙂
misalnya, di negara2 yg lebih sekuler (indonesia sebenernya sekuler juga di mata saya, cuma kita suka muna ), teenagers yg masih virgin di usia sekian belas taun dianggep wagu. yg udah punya sexual experience pada usia segitu justru dianggep paling normal ( at least ortunya ga kuatir anaknya ‘sakit’, suka sesama jenis blablabla).
🙂 Sebenernya ga juga, mereka ga mau kok anaknya sembarangan, mereka bekalin pengetahuan save sex dan tetep iman buat jaga diri, tapi udah umur 18 th biasanya anak udah boleh mutusin sendiri mau apa mereka dan nanggung akibatnya sendiri, konsekuen gitu
kesimpulan ngawur saya, moral-immoral tergantung macam2 faktor. culture, agama, pokoke macem2. setujuuuu? gak setuju yo gak opo2. namanya juga saya suka ngawur, wekekeke…
🙂 Setujuuuuu…lha nek nang Indo lak pancasila to dasare… setju ga sm pembahasanku…sing luweh ngawur hihihihi….
Sering kemudian berpendapat : MORAL ITU SAMA SEKALI NGGAK PENTING. Yang penting justru bagaimana kita bersikap sama MORAL itu. Nggak penting apakah tindakan moral itu bermoral atau tidak, yang penting apakah kita menyikapi sebuah tindakan moral.
🙂 Gimana dong pak, tolong jabarin kita menyikapi tindakan bermoral tapi klo ga tahu mana yg bermoral mana yg engga?
eh… ribet ya kata-katanya mba… biasa tuh… biar dibilang pinter, buat kata-kata dibolak-balik biar rumit….
Maksudnya, moral dan immoral itu sama-sama sebuah pandangan moral. Yang membedakan, kita menyikapinya. Susahnya bangsa dewek, kita terima dua-duanya. Kita maki-maki korupsi, tapi kalau dapat bagian, maka kita keep silent….
🙂 Double standard khan pak, klo ga ada panduan-nya, excused itu tadi yg aku bilang bisanya teriak, ga mau tanya sama hati nurani 😦
saya ini amoral lho, sumpah!
liat saja, saya banyak dihujat sama orang2 bermoral 😛
😀 Joe
hahahaha lha kalau hujat menghujat… so sapa yg bermoral klo gitu ?
liat sikon aja ah….
@ris
ya bener ris, plus tanya hati nurani
(im)moral itu tergantung harga beras. Kalo beras mahal, makan nasi segunung sampe piring licin itu ya immoral, karena nggak mikir buat bagi orang lain yang nggak bisa makan. Kalo beras murah, makan nasi dikit terus nggak habis itu tergolong immoral, karena apa because of what memperlambat distribusi stok yang masih menumpuk banyak di gudang logistik.
😦 Ya bener, jadi tergantung sikon ya? It can be changed?
(im)moral itu juga tergantung cara kita pake celana dalam. Kalo pake celana dalam di luar, udah jelas kalo kita ini superman yang semua tindakan kita pasti dilandasi moral selalu untuk menegakkan kebenaran dan memberantas kejahatan. Kalo pake celana dalam di dalam, belum tentu ini orang bermoral atau nggak.
🙂 hehehehe jadi kita musti pake celana dalem di luar neeeh? Supaya di bilang bermoral?
kenapa musti pke standar pancasila yang notabene dibikin oleh manusia yang mempunyai sisi moral dan immoral?
🙂 Senja
Oh itu mah pengertian aku aja standard di Indonesia ya pancasila lah, dasar negara, karena aku inget kita semua dapet pelajaran Pendidikan Moral Pancasila, bener bikinan manusia karena moral adalah interaksi antar manusia khan? kalau ukurannya agama ntar ga semua mau ikutin :), yg bener gimana pendapatmu
Moral, Amoral, dan Immoral itu berbeda.
Moral disamakan dengan etika, yang pengertiannya sampai sejauh ini ada 3 (liat KBBI dulu ah….) 🙂
Immoral juga disebut Tidak Bermoral
Amoral adalah perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai hubungan/konsekuensi dengan moralitas/etika.
🙂 Ayoo mas bikin penjelasan lebih gamblang, wong aku ga mudheng jee…aku ga sengaja baca banner di sekolah anak2 dua point itu moral when u feel good after and immoral when u feel bad after…
@ Pak Agor :
Iya pak, moralitas deskriptif seperti itu memang sudah nggak penting. Yang penting adalah bagaimana kita menyikapi sebuah tindakan moral, dengan kata lain virtue (keutamaan/kebajikan)
🙂 nah gimana tuh caranya klo ga tahu bedane yg apik dan ga apik mas?
Aku orang yang nggak bermoral, apa pantas ngasih komen tentang moral? he..he… biar kita merasa bermoral tapi kalo orang dah nggak suka tetep aja menganggap kita imoral.
🙂 Peyek sing kriyuk2
Pantes kok yeeek, walaah iku definisine sopo yeek, jangan2 org2 yg morale mulai ndlosor 😦
Wah bicara masalah moral dan nggak bermoral. Kayaknya hal ini yang saat ini sedang atau lebih tepatnya sudah hilang di diri orang2 yang duduk di atas sana.
Masalah moral, masalah ahlak, biar kami cari sendiri.
Urus saja moralmu, urus saja ahlakmu, peraturan yang sehat yang kami mau. (begitu sair lagi Iwan Fals)
🙂 Ga lulus P4 kali pak, Iwan Fals suruh jadi guru P4 🙂
lirik2x comment yg diatasku….
;)) lirik2x ati2 lho mbak…meleng 😀
lha barusan aja ditulis bu dokter : *** Kebanyakan orang lebih suka teriak gara-gara…orang lain, lingkungan, keadaan, tetangga, pacar, boss, pegawai, rakyat, pejabat, si komo lewat…****
marilah mulai dari diri sendiri……
🙂 mariii2x, how nice if everybody do the same 🙂
guru politik gue ngajarin moral itu suatu judgment apakah tindakan seseorang udah ga sejalan dengan ketentuan, peraturan, kebiasaan, atau kesepakatan kelompok yang direkayasa oleh Tuhan, masyarakat, pimpinann atau ketua kelompok. Jadi yah ngerumusinnya bisa beda2. yang penting…. kita berbuat baik buat teman, keluarga, masyarakat, negara atau yang ngiduoin kite di dunia.
🙂 berarti pertama kudu ngerti rumusan/aturan main ya pak? Abis itu baru bisa belajar ngikutin rumusan tersebut?
Thank’s pak Adit 🙂
…klo kejedug yg dipukul temboknya… kesandung batu-nya yang di kata2in nakal….dstSecara tidak langsung hal tersebut mendidik anak untuk menyalahkan orang/pihak lain…
Seharusnya anak dididik untuk bisa bertanggung jawab dan siap menerima resiko…mungkin untuk anak kecil tetap ada cara untuk mengajarkan hal ini. Gimana Mas Fertob (pakar psikologi)?
Hehehe…maaf komentar di atas salah
Rencana mau quote eh malahan strike…maklum baru pulang dan masih capek 😀
Yang benar adalah yg berikut :
🙂 Ga pa pa, comment bolak balik ga mbayar kok
Secara tidak langsung hal tersebut mendidik anak untuk menyalahkan orang/pihak lain…
Seharusnya anak dididik untuk bisa bertanggung jawab dan siap menerima resiko…mungkin untuk anak kecil tetap ada cara untuk mengajarkan hal ini. Gimana Mas Fertob (pakar psikologi)?
😦 Menurutku anak kudu di kasih tahu harus hati2 lain kali dst…biar mas Fertob aja yg bahas ayooo kita komporiiin 🙂
“Moral dan amoral hanya untuk manusia budak”, itu kata Nietzche lho! Manusia yg masih harus mencari pendasaran atas hidupnya, yg masih harus mencari sesuatu sebagai pembenaran bagi nasibnya, bagi mereka yang hidupnya sudah berakhir sebelum dimulai…
😦 terhenyak…as usual klo Ilham comment ;)) , thanks di kenalin Niettzche
Pendapat gw:
Bagi org seperti Nietzche ini sekalipun moral itu tetap ada. Tp moralitas sperti apa? Definisi siapa? Agama, kebudayaan, komunitas mencipta moralitas, tp apakah itu tidak bisa berubah? Atau apakah moralitas seperti itu sudah cukup dalam dan mendasar sehingga tidak ada ruang untuk mengatakan moralitasnya moralitas yang sudah tidak up to date? atau adakah moralitas universal lintas waktu dan tempat?
🙂 jadi bisa berubah terus ya? Bergeser sesuai perkembangan jaman?
Kalo kata Nabi sih, kalo kau ingin memahami tindakanmu sudah amoral gampang saja; “Apabila kau malu jika org lain mengetahuinya”… As simple as that, but remember that it’s only well-applied in very contextual matter. apa yg di sini memalukan belum tentu memalukan di Jakarta. Apa yg memalukan bagi org Timur tidak bagi org Barat… The point is moral is always in tension between universality and locality… keberlakuan umum dan relativitas. just fancy that!
🙂 Nah aku suka yang ini simple dan tepat, balik lagi ke diri sendiri to? lain ladang lain lubuk, tapi Islam mah di mana sama, Isn’t that right?
Thanks Ilham 🙂
Mom, why my picts doesn’t want to come out? help please…
moral, makanan apa itu mbak, bisa ngrusak gigi nggak???
sekarang ini bingung mbak untuk menentuin mana yang bermoral mana yang imoral…..
banyak orang bermoral dikatakan imoral, banyak orang imoral membuat aturan tentang moral. yang ada ya moral-maril
morat-maritheheheMangkanya, sedari kecil anak harus diajari tanggungjawab dan risiko. Kalau jatuh jangan salahkan lantai, kalau kejeduk meja jangan getok mejanya. Kalau anak yang sembrono, katakan ‘lain kali hati-hati’. Kalau dia juga tidak salah, katakan ‘tidak ada yang salah’.
Apa adanya saja. Menimpakan kesalahan pada yang lain hanya agar anak diam dan lega tidak menyelesaikan masalah. Malah jadi terbiasa menyalahkan orang lain untuk kelalaian diri sendiri.
Di sisi lain, anak juga harus belajar adil dalam bentuk yang sedikit ‘kejam’ dalam artian tidak lembek. Kalau dipukul, dia boleh membalas. Katakan bahwa membalas adalah pilihan. Adakalanya lebih baik membalas (untuk memberi pelajaran), di kali lain lebih baik tidak membalas (belajar mengendalikan diri dan kesabaran).
Susahnya? Super! 😀
Lha kok jadi melenceng begini. Masih di jalur ndak sih ini? Hehehe…
Wah… kalau temenku melihat moral itu dari kaca mata yang lain. Karena demennya ngerjain proyek, dia bikin kurva dengan sumbu x = waktu dan sumbu y = nilai. Value Y ada 2, biaya dan moral. Dalam sumbu X dibagi 3, rencana, implementasi dan penyelesaian.
Biaya akan berangkat dari nol, makin tinggi saat implementasi (biasanya mencapai puncak di tahap ini) dan menurun lagi pada tahap penyelesaian sehingga mencapai nol lagi.
Moral bisa dimulai dari nol, naik pada tahap perencanaan dan menurun pada saat implementasi. Pada saat proyek berada dalam kondisi paling kritis, biasanya moral mencapai titik paling rendah. Di sini perlu diambil langkah-langkah untuk membenahi moral seluruh tim.
Dalam kurva itu nggak ada moral vs immoral. Yang ada moral rendah dan moral rendah (bisa sampai minus).
Saya setuju dengan kalimat : Mungkin juga ini berawal dari didikan waktu kecil kalau jatuh yang dipukul lantainya…klo kejedug yg dipukul temboknya… kesandung batu-nya yang di kata2in nakal….dst… jadi kita sudah terbiasa mencari kambing item se item-itemnya 😀
[…] 20, 2007 in Cermin Retak, Teropong, Umum Terilhami oleh tulisan drg. Evy tentang Moral Vs Immoral, Kang Kombor yang tak bermoral ini ingin menyoroti acara bincang-bincang yang makin bertambah […]
Moral adalah relatif–seperti kata Ilham–, tapi lebih mampu menyapa kemanusiaan secara lebih luas. Kalo Islam kan–seperti Bu Dokter bilang–sama aja di mana-mana, karena mungkin menawarkan konsep akhlaq (rujukannya jelas, tegas dan tuntas). CMIIW.
*mode balik nanya on*
Banyak yang bilang, nyari uang yang haram aja susah, apalagi yang halal. Nah, banyakan mana jalan untuk jadi orang bermoral atau immoral?
*mode balik nanya off*
Oya, Bu Dokter masih hafal Pancasila ya? Ayo siapa yang sudah lupa angkat tangan!
🙂
@ Ilham :
hahahaha… 🙂 jadi ingat Moralitas/Mentalitas Budak dan Moralitas/Mentalitas Tuan ala Nietzche di bukunya terakhir sebelum dia mati….
Iya mbak, rencananya memang mau nulis ttg etika dan moralitas, tapi lagi ngumpulin nyawa dulu nih…. 🙂 trus dihubungin sama kasus “berantem” (yang itu tuh… 🙂 ) di salah satu blog….
@Fertob
Ditunggu postingannya 🙂
Misalnya A merampok uang dari seorang ibu-ibu yang baru pulang dari ATM. Uang itu dipakai untuk membayar biaya rumah sakit karena anaknya ditabrak (tabrak lari) oleh seorang pengebut. Pihak rumah sakit tidak mau mengoperasi anak itu sebelum menerima pembayaran, karena pengalaman menunjukkan kalau sudah ditolong, pasien enggan membayar biaya rumah sakit (biaya operasi). Rumah sakit terpaksa melakukan hal itu karena ada sejumlah karyawannya yang sudah dua bulan tidak digaji. Si penabrak yang tabrak lari itu buru-buru mengejar penjahat yang membawa kabur uang gajinya yang cuma seupil, padahal gaji itu sudah ditunggu ibunya yang juga mau berobat dirumah sakit. Penjahat itu…… dst dst.
Cerita bisa diperpanjang tak habis-habisnya.
Pertanyaannya, siapa bermoral dan siapa tak bermoral?
Memang, kemudian ada ukuran-ukuran moral yang menetapkan hukum (atas peraturan) dan etika (norma masyarakat).
Namun, seluruhnya dipertanyakan selalu bukan pada ukuran-ukuran moral (panduannya : hukum dan etika), tapi sudut pandang moralnya, yaitu yang berkenaan dengan motivasi tindakan-tindakan suatu kejadian moral tidak selalu terpenuhi jawabannya oleh ukuran-ukuran moral.
Karena itu, moral dan immoral juga harus melihat sudut pandang moralnya.
Di wilayah abu-abu, etika dan pornografi versus tradisi maka satu moral di tempat A menjadi tidak bermoral di tempat B. Tapi, motivasi moral suatu kejadian moral bisa universal.
Namun, tetap kita mengacu pada batasan-batasan moral yang terukur. Untuk itu, maka kita harus mematematikan moral menjadi untung dan rugi. Wilayah abu-abu berada pada etika universal, tindakan moral mana yang memberikan kerugian paling kecil dan keuntungan paling besar bagi suatu komunitas.
Salam, agor.
bukannya merugikan orang lain itu immoral dan tidak merugikan orang lain itu bermoral ya?
(tapi merugikan dan tidak merugikannya betul-betul definitif lho) 🙂
Agor jelas tuh, menggambarkan posisi moral yang ambigu dalam realita.. (weiats, bahasa saya keren..)
asyiikkk….
bukanya hati sudah punya filternya, untuk membedakan perbuatan bermoral dan perbuatan immoral.
saya sepakat dengan ungkapan bu dokter. ketika kita merasakan tidak enak setelah melakukan sesuatu, berarti sesutu itu gak bermoral, begitupun sebaliknya.. tapi emboh ah…
@kakilangit
Hati nurani kadang jalan2… ga ditempat… atau di kebiri sama si Egho
Kalo saya sih, tetep ke hati nurani, Bu…
“tuhan” kecil itu ada dalam diri kita dan nggak bisa dikebiri oleh siapapun, termasuk ego. Ego yang besar mungkin bisa membuat seolah-olah ia tenggelam. Tapi di dalam sana, si “tuhan” kecil itu tetap ada, tetap murni, dan dia gak bisa dibuang, meski tenaga ego itu besar sekali menekan.
Yang gawat tu klo lingkungan sekitar kita mendikte dengan sedemikian keras perihal mana baik dan buruk. Sehingga akhirnya standar kebenaran, naluriah dan kecenderungan alami kita untuk berbuat dan merasakan apa2 yg benar jadi kabur.
Sebuah kebiasaan butuh 20 hingga 70 hari hingga menjadi benar2 mantap. dan tampaknya apakah suatu hal dibilang moral & immoral, baik atau dosa juga bisa dbentuk dalam sekian hari tsb.
Lingkungan pergaulan dan lingkar sahabat emg penting dan menentukan.
jadi secara ilmiah pengertiaan moral dan immoral apaa ya??thenkyuuu